SOLO - Presiden Joko Widodo telah menyatakan akan melakukan penerapan tatanan kehidupan baru, atau new normal. Kebijakan ini dipilih karena pemerintah ingin masyarakat bisa produktif di tengah kondisi wabah Covid-19 atau virus corona.
Presiden bahkan menyebut, istilah new normal dengan bahasa berdamai dengan Covid-19. Hal ini mendasarkan fakta, bahwa hingga saat ini, vaksin atau anti virus wabah pandemi global tersebut belum ditemukan.
Atas rencana itu, sejumlah pihak mengaku khawatir bila skenario new normal akan diberlakukan dalam waktu dekat. Sedikitnya ada dua kegiatan yang riskan terdampak, yakni bidang pendidikan dan agenda pilkada serentak.
Menyikapi hal tersebut pengamat sosial yang juga Instruktur Nasional DPP PAN Heru Cipto Nugroho menilai, new normal dilingkungan pendidikan masih sangat riskan terutama di daerah yang angkanya kasus positif Covid-19 masih belum turun,
"Ini tidak main - main. Physcal distancing akan sulit diterapkan pada siswa. Padahal pendidikan ini kan nggak boleh main - main karena menyangkut anak-anak. Harus menunggu sampai kasusnya melandai," katanya, Sabtu ( 6/6/2020)
Pria yang familiar disapa Heru CN ini mengakui, berbeda dengan orang dewasa, menerapkan physcal distancing kepada siswa saat proses belajar mengajar ditengah pandemi akan jauh lebih sulit.
"Anak-anak itu kan sangat aktif, kalau kita orang dewasa bisa memahami jika diberi saran. Berbeda dengan anak - anak, mereka lari sana-sini di sekolah, bisa timbul klaster baru, bisa lebih bahaya nanti," ujarnya.
Ia pun berpendapat, terkait penerapan skenario new normal di lingkungan pendidikan, lebih baik daerah menunggu seperti apa nantinya kebijakan yang akan dibuat Kementerian Pendidikan.
Begitu juga soal pilkada yang telah di setujui pemerintah dan DPR RI yang sedianya dilaksanakan pada bulan September 2020 di mundurkan pelaksanaannya pada Desember 2020 mendatang.
Menyelenggarakan Pilkada serentak ditengah pandemi Covid 19 tentu anggarannya pasti akan membengkak. Karena disamping kebutuhan pokok yang sebelumnya sudah dianggarkan, pasti ada kebutuhan tambahan lainnya.
"Sesuai protokol kesehatan, harus ada masker maupun kebutuhan kesehatan lain yang akan menjadi tambahan syarat dalam penyelenggaraan pilkada serentak di seluruh Indonesia," sebutnya.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah daerah jangan kebelet dan latah ikut-ikutan menerapkan new normal. Ia kurang yakin apakah pemerintah pusat sudah siap dengan anggaran tambahan untuk penyelenggaraan pilkada.
"Jika dibebankan ke pemerintah daerah, apakah mereka memiliki anggaran untuk tambahan persyaratan pilkada di tengah pandemi virus covid 19 ini ," ujarnya.
Ia pun berharap kepada pemerintah pusat dan daerah agar lebih bijak mempertimbangkan kembali secara matang terkait anggaran penyelenggaraan pilkada serentak dalam suasana pandemi covid-19.
"Masih banyak rakyat yang membutuhkan anggaran yang seharusnya lebih di pertimbangan, yaitu kebutuhan bahan pokok untuk menghadapi krisis ekonomi. Saya berharap kebutuhan hidup rakyat yang semakin sulit lebih diprioritaskan daripada menambah anggaran atau mementingkan pilkada serentak," tandasnya.
Seperti diketahui, saat ini sejumlah daerah seperti Solo, Klaten dan Sukoharjo terlihat mulai sibuk menyiapkan langkah - langkah menuju tatanan new normal. Padahal di tengah persiapan itu, tiga daerah tersebut justru terjadi penambahan kasus positif Covid-19.
Di Klaten, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Bupati Klaten Sri Mulyani bahkan mengatakan, dengan adanya penambahan kasus sejak Senin (1/6/2020) hingga Rabu (3/6/2020) tidak akan menyurutkan langkah menghadapi new normal di wilayahnya.
"Kami tetap laksanakan new normal di Kabupaten Klaten," terangnya kepada awak media, Kamis (4/6/2020) kemarin.
Meskipun begitu, menurut Sri, penambahan kasus tiga kali berturut-turut itu tetap menjadi perhatian serius bagi gugus tugas Covid-19.
"Kami minta seluruh masyarakat Klaten untuk disiplin dan patuh dengan imbauan-imbauan yang di keluarkan. Karena kuncinya berada pada disiplinnya masyarakat," pungkas Sri. (ADM).