Dr. Harris Arthur Headar, S.H., M.H.(duduk berjas paling kanan), Wakli Ketua Umum Peradi saat diwawancarai wartawan
Dr. Harris Arthur Headar, S.H., M.H
Dr. Harris Arthur Headar, S.H., M.H
Badrus Zaman, Ketua Peradi Solo (berjas) sedang diwawancarai wartawan
Badrus Zaman, Ketua Peradi Solo (berjas)sedang diwawancarai wartawan
Peradisurakarta.com - Solo. Advokat atau lebih dikenal dengan sebutan pengacara merupakan suatu profesi yang menuntut para pelakunya memiliki kapabilitas di bidangnya. Kecakapan intelektualitas semata ternyata tidak cukup menjadi bekal utama seorang pengacara dalam menggeluti profesinya tetapi ia juga harus memiliki etika dan moralitas yang tinggi disamping tentu wawasan dan pengalaman yang cukup luas di dunia hukum.
Seorang pengacara yang hanya mengandalkan gelar akademik, lambat tapi pasti akan tersisih dari pergulatan persaingan (jasa) di dunia hukum. Masyarakatlah yang akan menilai dan menentukan seseorang layak atau tidak menjadi pengacara. Badrus Zaman kepada wartawan, di sela-sela jalannya ujian profesi advokat (UPA) di FH UNS pada Sabtu (21/05/16) pekan ini menegaskan fenomena tersebut.
"Peserta PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat, pen) yang saat ini sedang menjalankan tahap akhir pendidikannya selama ini di FH UNS dengan mengikuti ujian hari ini diharapkan lulus ujian sehingga mereka secara akademik telah dinilai mampu terjun ke dunia advokat. Setelah itu mereka akan segera di sumpah sebagai advokat. Namun tugas mereka tidak berhenti di sini. Mereka harus mengasah diri menjadi advokat yang berkwalitas. Peradi sebagai organisasi advokat memiliki tanggung jawab membimbing advokat-advokat muda ini di lapangan sampai kemudian mereka siap mandiri. Selain mereka nanti akan menjadi anggota baru Peradi, mereka sejak dini juga harus mulai menjunjung tinggi nilai-nilai etika (kode etik advokat, pen) dan moralitas sebab advokat yang hanya memburu uang semata tanpa mengindahkan nilai-nilai tersebut akan tersisih dan tidak dipakai oleh masyarakat." urai Badrus.
UPA yang digelar di FH UNS tersebut merupakan UPA pertama kali yang diadakan di Solo. Selama ini UPA diadakan di Semarang. Meski baru pertama kali ternyata ujian diikuti oleh puluhan perserta yang tidak hanya berasal dari Solo tapi juga ada yang berasal dari Ngawi, Madiun, Jogjakarta bahkan Riau. UPA tersebut hasil kerjasama antara Peradi dengan FH UNS.
Badrus, Ketua Peradi Solo optimis ke depan peserta akan semakin banyak. Menurutnya, di Solo sendiri banyak berdiri perguruan tinggi yang membuka Fakultas Hukum dan setiap tahun ribuan sarjana hukum dihasilkannya belum lagi di kota-kota yang berada di sekitar Solo.
"Kegiatan ini baru pertama kali diadakan di Solo. Selama ini ujian diadakan di Semarang. Kegiatan seperti ini ke depan akan semakin banyak pesertanya. Selain tuntutan kondisi yang mengharuskan calon advokat mengikuti pendidikan profesi terlebih dahulu, puluhan perguruan tinggi di Solo mampu meluluskan ribuan sarjana-sarjana hukum di tambah lagi sarjana-sarjana hukum yang ada di kota-kota sekitar Solo. Seperti Ngawi, Madiun atau Magetan. Mereka lebih dekat ke Solo dibanding harus pergi ke Surabaya." Jelasnya.
Prestasi ini ternyata diakui oleh Dewan Pimpinan Nasional Peradi yang secara khusus ditugaskan ke Solo untuk memantau langsung jalannya ujian. Dr. Harris Arthur Headar, S.H., M.H. Wakli Ketua Umum Peradi (pusat, pen) menegaskan kelayakan Solo menggelar ujian sendiri tidak lagi mengikuti Semarang.
"Karena di Solo peserta ujian profesi advokat cukup banyak maka bisa diadakan di sini (Solo, pen) dan ini ujian pertama kali yang diadakan di Solo. Selama ini memang ujian terpusat di Semarang." jelasnya kepada wartawan.
Dia menilai UPA di Solo meski baru pertama kali cukup banyak diikuti peserta ujian dan kegagalan peserta kebanyakab tidak mampu membuat surat kuasa dan gugatan.
"Peserta ujian diperkirakan sekitar 60 an orang. Biasanya peserta ujian kesulitan membuat surat kuasa dan gugatan. Kalaupun nanti ada yang gagal, masih diberi kesempatan tak terbatas untuk mengikuti ujian sejenis." jelasnya. (Anshari)